KATA
PENGANTAR
Puja
dan puji syukur penulis khaturkan pada Allah SWT, dengan segala limpahan rahmat
dan karunianya kita dapat menjalankan segala aktifitas dan atas ijinnya pulalah
kita masih diberi kesempatan untuk menghirup udara kehidupan dengan roh
spiritual manifestasI ilahiah. Salam dan salawat kita curahkan kepada Nabiullah
Muhammad SAW yang telah meniupkan roh kebenaran dan mengutuk segala bentuk
kezaliman dan penindasan dimuka bumi ini.
Sembah
sujud ananda kepada Ayahanda Baharuddin dan Ibunda Banong yang
telah berkorban dan membimbing dengan
segala kasih sayang yang tak dapat ditandingi.
Dan kepada adik – adik yang selalu menjadi inspirasi dengan segala canda
dan tawa yang membuat penulis untuk tetap selalu tersenyum. Terima kasih atas
segala pengorbanan dan kasih sayang yang ikhlas ayahanda dan ibunda tercinta.
Pada
kesempatan yang bermakna ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalam – dalamnya kepada :
1. Bapak Drs H.A.M Aras Mahmud selaku Ketua Yayasan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik Makassar
2. Bapak H. Sumardin Makka, S.KM, M.Kes selaku Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik Makassar
3. Pengelola dan Seluruh civitas Akademik STIKES GIA Makassar.
4. Tim Pembimbing, Ibu Hj. Hasnah Nossi, S.Kep, Ns. selaku
pembimbing pertama dan bapak Musmulyadi, S.Kp. selaku pembimbing kedua, yang
dengan sabar dan ikhlas telah
menyumbangkan pikiran,gagasan, spirit, tenaga dan bahkan arahan kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
5. Para Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan
warna pengetahuan yang berbeda bagi penulis.
6. Ibu Penasihat Akademik, Hj.Nurahaeni Rachim S.Kep,M.Kep yang
selalu memberikan bimbingan dan mengajarkan etika yang baik kepada penulis.
7. Para Dosen yang telah mentransformasikan pengetahuan demi
tertatanya ilmu pengetahuan dan menjadi bekal bagi penulis.
8. Lembaga Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) yang telah
menorehkan kerangka epistemologi, idiologi dan teologi. Serta Komunitas Anak
Rakyat ( KOAR ) yang mengajarkan tentang penderitaan dan pengorbanan.
9. Kepada kawan – kawan yang menjadi teman berdiskusi
terutama Baso Tony, Baso Witman, HoliL, Even Mendes, Main, Aldy, Addink, K.
Yodang serta Firdaus Djalal yang rela melacurkan ide dan gagasanya demi sebuah
Intelektualitas dan roh spiritualitas.
10. Saudara – saudaraku seperjuangan dan seiodiologi seluruh
mahasiswa STIKES GIA yang masih saja rela dirinya tetap dalam ketertindasannya.
11. Ustaz Ahmad Yoland, Master WUSHU perguruan bela diri
Kungfu indonesia sulawesi-selatan cabang makassar atas motivasi dan bimbingan
keislaman dan Tarbawaiyah jasmaniah
12. Kepada K. Irma S. Sos yang telah meminjamkan buku –
bukunya sebagai landasan dan pijakan.
13. Rekan –rekan pondok ARMA ( Yodang S.Kep, Addin’k, Mimin,
Mas Fahri(main), Aldy, Amire) yang selalu memberikan motivasi kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
14. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu
Akhir kata penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun ini merupakan awal
untuk menuju kesempurnaan itu sendiri. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca serta dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan yang diridhoi Allah SWT.
Makassar,
Mei 2009 M J.Awal 1430 H
MUHAMMAD RAIS
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT.....................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
Bab I PANDAHULUAN......................................................................... 1
A.
Latar Belakang....................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 4
C.
Tujuan Penelitian................................................................... 4
D.
Manfaat Penelitian................................................................. 5
Bab II TINJAUAN
PUSTAKA................................................................ 6
A.
Tinjauan Tentang diabetes melitus........................................ 6
B.
Konsep dasar Olahraga ........................................................ 13
C.
Tinjauan Tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan
ketaatan olaraga....................................................... 20
Bab III PELAKSANAAN
PENELITIAN................................................... 29
A.
Kerangka konsep................................................................... 29
B.
Hipotesis penelitian................................................................ 30
C.
Definisi Operasional............................................................... 30
D.
Desain penelitian.................................................................... 31
E.
Populasi dan Sampel............................................................. 32
F.
Waktu dan Tempat Penelitian............................................... 33
G.
Instrumen Penelitian.............................................................. 33
H.
Uji instrument......................................................................... 34
I.
Prosedur pengumpulan data................................................. 35
J.
Pengolahan data.................................................................... 36
K.
Etika Penelitian...................................................................... 38
Bab IV
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 40
A.
Hasil
Penelitian...................................................................... 40
B.
Pembahasan.......................................................................... 48
Bab V
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 60
A.
Kesimpulan ........................................................................... 60
B.
Saran
.................................................................................... 60
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 61
LAMPIRAN....................................................................................................... 61
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan
kemajuan yang pesat dibidang pembangunan dan informasi serta teknologi
menimbulkan dampak yang tidak sedikit, baik dampak positif maupun negatif
terutama dibidang kesehatan. Disatu sisi masih menghadapi masalah penyakit
infeksi dan disisi lain timbulnya penyakit degeneratif. Diantara penyakit
degeneratif yang ada dimasyarakat dan memerlukan pelayanan adalah penyakit
diabetes melitus (DM). Jumlah para penderita diabetes didunia maupun
diindonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya kesejahteraan
berpengaruh pada perubahan pola hidup, diperkirakan berhubungan dengan
meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus 1.
Diabetes
merupakan suatu kelainan yang menahun dan akan berlangsung seumur hidup. Kasus
diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes tipe-2 yang umumnya mempunyai
latar belakang kelainan berupa resistensi insulin yaitu sebanyak 90% dari kasus
DM yang dulu dikenal sebagai NIDDM. Diabetes tipe-2 paling sering terjadi pada
usia > 40 tahun dan kegemukan (obesitas) berhubungan dengan kondisi ini 2. DM merupakan penyakit non menular dan
herediter (ada faktor keturunan) dan juga tidak bisa disembuhkan hanya bisa
dikendalikan. Pengendalian DM dengan cara perencanaan makan, keteraturan
berolahraga, obat-obatan 3. latihan yang teratur merupakan komponen
yang penting dalam pengobatan diabetes, sehingga perlu dibudayakan latihan
jasmani yang teratur dalam kehidupan sehari-hari. selain itu tak kalah
pentingnya adalah penyuluhan agar rencana penatalaksanaan tercapai 4.
Pasien
diabetes dalam hal ini mempunyai peran terpenting dalam penanganan penyakitnya
sehari-hari, dengan dukungan edukator, tenaga kesehatan lain, keluarga dan
temannya. Karena diabetes merupakan suatu penyakit yang memerlukan penanganan
secara mandiri, pasien diabetes harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan
sikap untuk dapat menyusuaikan dirinya dengan penatalaksanaan dengan diabetes
dalam kehidupan sehari-hari 5. partisipasi dalam kelompok-kelompok
pendukung sangat dianjurkan bagi pasien diabetes baik yang telah
lama maupun yang baru menderita diabetes. Dukungan yang diberikan melalui
partisipasi dalam kelompok pendukung dapat membantu pasien beserta keluarganya
untuk lebih memahami penyakit diabetes serta penatalaksanaannya dan dapat
meningkatkan kepatuhan mereka terhadap rencana penatalaksanaan tersebut 6.
Insiden
diabetes melitus pada populasi manusia telah mencapai tingkat epidemik
diseluruh dunia, dan insiden ini meningkat dengan pesat. Pada tahun 2000,
diperkirakan terdapat 150 juta kasus diseluruh dunia, dan angka ini
diperkirakan meningkat menjadi 221 juta pada tahu 2010. 90% kasus yang ada kini
adalah diabetes Tipe 2, dan sebagian besar peningkatan akan terjadi pada tipe
2, sejajar dengan peningkatan obesitas 7.
Dari
berbagai penelitian epidemiologis di indonesia, terdapat peningkatan prevalensi dari 1,5-2,3%
menjadi 5,7% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, dan bahkan suatu
penelitian dimanado dan depok mendapatkan angka prevalensi sebesar 6,1% dan
12,8%. Melihat pola pertambahan penduduk saat ini, diperkirakan pada tahun 2020
nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun, dan dengan
asumsi prevalensi DM sebesar 2% akan didapatkan 3,56% juta penyandang DM 6.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pada
pengobatan yang bersifat kronik, pada umunya rendah. Penelitian terhadap
penyandang diabetes, mendapatkan 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara
yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, dan 75% tidak mengikuti diet
yang dianjurkan serta sekitar 55% tidak melakukan olahraga secara teratur.
Ketidakpatuhan ini merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya tujuan
pengobatan. Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan bagi penyandang
diabetes mutlak diperlukan 6.
Rumah
sakit umum Labuang Baji Makassar sebagai rujukan pelayanan kesehatan diwilayah
Sulawesi Selatan dan sangat mempunyai peranan penting dalam menangani berbagai
penyakit yang ada termasuk diabetes melitus. Dari tahun 2006 yang menjalani
rawat jalan untuk DM tipe 2 dengan jumlah kunjungan sebanyak 1587 dengan kasus
baru sejumlah 148, tahun 2007 dengan jumlah kunjungan sebanyak 84 dengan jumlah
kasus baru 38, sedangkan pada tahun 2008 mulai dari bulan Januari sampai Mei
jumlah kunjungan berkisar 47 8.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang ”Faktor –faktor yang berpengaruh terhadap ketaatan
olahraga pada penderita diabetes melitus tipe 2.
B. Rumusan Masalah
Dengan merujuk pada
latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah
faktor penyuluhan, dukungan keluarga, pengetahuan dan motivasi mempunyai
hubungan dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2 di Unit rawat jalan
BPRSUD Labuang Baji Makassar
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Teridentifikasi
Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2 di
Unit rawat jalan RSUD Labuang Baji makassar
2. Tujuan Khusus
a.
Diketahui
adanya hubungan penyuluhan dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2
b.
Diketahui
adanya hubungan dukungan keluarga dengan ketaatan olahraga klien DM tipe 2
c.
Diketahui
adanya hubungan pengetahuan dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2
d.
Diketahui
adanya hubungan motivasi dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi
dan sebagai masukan bagi institusi kesehatan setempat dalam rangka meningkatkan
status kesehatan khususnya tentang pentingnya ketaatan melakukan olahrag pada
penderitan DM tipe 2.
2. Manfaat keilmuan
Penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan menjadi bahan bacaan tentang faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap ketaatan berolahraga pada penderita
DM tipe 2.
3. Manfaat metodologi
penelitian ini diharapkan dapaqt digunakan untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut dan kepda yang berminat untuk
mengembangkan penelitian ini dalam lingkup yang sama.
4. Manfaat bagi penelti
Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan peneliti khususnya menjadi data yang dapat membantu para tenaga
kesehatan/keperawatan untuk memberikan pelayanan lebih luas atau optimal pada
klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah
penyakit kronis yang ditandai oleh defisiensi insulin relatif atau absolut,
yang menyebabkan intoleransi glukosa 9.
Orang mesir pada tahun 1552 SM telah mengenal
penyakit ini yang ditandai dengan sering kencing dalam jumlah banyak (yang
sering disebut poliuria), penurunan berat badan cepat, dan rasa nyeri. Kemudian
pada tahun 400 SM, seorang penulis india, susrutha menamai penyakit ini dengan
nama honey urine disease (penyakit kencing madu). Tahun 200 SM penyakit
ini pertama kali disebut diabetes melitus (diabetes=mengalir terus;
melitus=manis) oleh Aretaeus. Biasanya pasien minum terus dan banyak
(polidipsi) yang kemudian mengalir terus-menerus menjadi air seni. 10
Diabetes melitus adalah
kelainan metabolisme karbohidrat dimana glukosa darah tidak dapat digunakan
dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. DM adalah merupakan
kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai . Penderita DM mempunyai resiko untuk
menderita komplikasi yang spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati
(bisa menyebabkan kebutaan), gangguan ginjal, neuropati, aterosclerosis,
gangren dan penyakit arteri coronaria. 2
Diabetes melitus Tipe 2
adalah penyakit yang dikarakteristik oleh cacadnya pengeluaran insulin dari sel
beta pangkreas dan adanya resistensi insulin pada jaringan perifer, yang
mengakibatkan hiperglikemia yang jika dibiarkan tidak terkontrol, akan
menyebabkan komplikasi pada pembuluh darah kecil dan besar dalam tubuh manusia,
hipertensi, dislipidemia, hiperinsulinemia, dan kegemukan harus dikontrol
selain gula darah
DM tipe 2 (DMTTI) memang
merupakan penyakit yang umumnya kita kenal sebagai penyakit kencing manis atau
DM. DMTTI adalah jenis DM yang paling banyak ditemukan, sekitar 90% lebih.
Timbul makin sering setelah usia 40 tahun. 11
2. Tipe-tipe diabetes melitus
Ada beberapa tipe
diabetes melitus yang berbeda, penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab,
perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah :
·
Diabetes
tipe 1 : diabetes tergantung insulin (insulin dependent diabetes melitus <IDDM> )
·
Diabetes
tipe 2 : diabetes melitus tidak bergantung insulin (non insulin dependent
diabetes melitus <NIDDM> )
·
Diabetes
melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
·
Diabetes
melitus gestasional (gestasional diabetes melitus <GDM> )
3. Patofiologi DM tipe 2
Pada diabetes
melitus tipe 2 terdapat dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. 12
Penyebab diabetes
melitus tipe 2 tampaknya berkaitan dengan kegemukan selain itu pengaruh genetik
yang menentukan kemungkinan seseorang mengidap penyakit ini. Cukup kuat
diperkirakan bahwa terdapat suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang
menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua, tidak dapat berespon secara
adekuat terhadap insulin, juga terdapat kaitan genetik antara kegemukan dan
ransangan berkepanjangan reseptor-reseptor insulin tersebut menyebabkan jumlah reseptor insulin yang terdapat
disel-sel. Hal ini disebut down regulation mungkin pula bahwa individu
menderita diabetes melitus tipe 2 menghasilkan otot antibodi insulin yang
berikatan dengan reseptor insulin, menghambat akses insulin kereseptor, tetapi
tidak merangsang aktivitas pembawa. 13
4. Manifestasi klinik DM tipe 2
Berbeda dengan tipe 1,
DMTTI ini mempunyai gejala yang perlahan-lahan bahkan tidak disadari sehingga
tak sengaja diperiksa kadar glukosa darah, misalnya saat proses recruitmen atau
medical check up. Gejala yang mungkin timbul pada awal menderita hiperglikemia
(kadar gula darah tinggi) adalah cepat lelah, kondisi tidak fit/ merasa sakit,
sering kencing, cepat haus, lapar terus, dan lain-lain. Jika glukosa darah
sudah tumpah keair seni/kencing, biasanya bekas air seni yang tidak disiram
akan bersemut
Gejala yang lain yang
bisa menyertai adalah penurunan berat badan yang tiba-tiba, peningkatan nafsu
makan, dan pandangan kabur. Juga kita mengalami luka baik dikulit maupun
dimulut maka proses penyembuhannya menjadi sukar/lama. Sering mendapat infeksi
saluarn kencing adalah tanda yang membawa penderita berobat kedokter. Khususnya
pada kelamin wanita bisa terjadi gatal-gatal hingga keputihan. 10
5. Uji Diagnostik
Keluhan dan gejala yang
khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl atau
glukosa darah puasa ≥126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes
melitus. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan
untuk memastikan diagnosis diabetes melitus. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal. Konfirmasi
tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan menurun cepat. 14
Menurut WHO tahun 1994,
upaya pencegahan pada diabetes ada 3 jenis yaitu
a.
Pencegahan
primer yaitu semua yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
b.
Pencegahan
sekunder yaitu kegiatan menemukan diabetes melitus sedini mungkin, misalnya
dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian
dapat dilakukan upaya-upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada
komplikasi masih reversibel
c.
Pencegahan
tersier yaitu semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat
koplikasi itu. DKA adalah masalah hidup (kasus darurat) yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut. DKA terjadi pada pasien dengan IDDM
(dikenal DM tipe 1) kondisi atau situasi yang diketahui mempercepat kekurangan
insulin meliputi (1) DM tipe 1 yang tidak terdiagnosis, (2) ketidaksinambungan
antara makanan dan insulin, (3) adolesen dan pubertas, (4) latihan pada
diabetes yang tidak terkontrol, (5) stress yang berhubungan dengan penyakit,
infeksi, trauma atau tekanan emosional.
6. Penatalaksanaan
Sampai saat ini diabetes
melitus masih belum dapat disembuhkan, akan tetapi dapat dikontrol sehingga
orang yang mengalami DM diharapkan dapat hidup berdampingan secara damai dengan
diabetes melitus. Secara umum tujuan pengelolaan DM adalah meningkatkan
kualitas hidup klien diabetes melitus. Tujuan pengelolaan jangka pendeknya
adalah menghilangkan keluhan dan tanda-tanda DM dan mempertahankan rasa nyaman
dan sehat. Sedangkan dalam jangka panjang diharapkan agar klien diabetes
tercegah dari komplikasi dan turunnya angka kematian dan kesakitan melalui
pengelolaan DM secara holistic dan mengajrkan perubahan perilaku dan perawatan
yang mandiri bagi klien diabetes melitus. 15
Pada waktu yang lampau,
penaganan diabetes melitus sangat difokuskan kepada pemberian obat-obatan,
namun belakangan diketahui bahwa motivasi daro klien DM sendiri untuk mengatasi
penyakitnya sangat berperan dalam keberhasilan penanganan diabetes. Motivasi
ini dapat ditumbuhkan jika klien memahami kondisi penyakitnya sehingga dapat
berperan aktif dalam perawatannya. Oleh karena itu, prinsip penaganan diabetes
melitus yang saat ini dikenal dengan pilar pengelolaan DM.
a. Edukasi (pendidikan kesehatan)
Tujuan dari edukasi
diabetes melitus adalah terjadinya perubahan perilaku pada klien sehingga dapat
berpartisipasi aktif dalam perawatannya, edukasi ini dapat diberikan secara individu maupun kelompok, baik bagi
klien sendiri maupun keluarganya.
b. Perencanaan makan (diet)
Kepatuhan jangka
panjang terhadap perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang paling
menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas,
tindakan membatasi kalori moderat mungkin lebih realistis. Bagi pasien yang
berat badannya sudah turun, upaya mempertahankan berat badan sering lebih sulit
dikerjakan
c. Latihan jasmani
Latihan fisik atau
olahraga terutama untuk pengidap diabetes tipe 2 adalah intervensi terapeutik
ketiga untuk diabetes melitus. Olahraga digabung dengan pembatasan diet, akan
mendorong penurunan berat badan dan dapat meningkatkan pemakaian glukosa darah
turun, olahraga juga dapat meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin. 16
Pada penyandang diabetes
tipe 2 yang obesitas, latihan dan penatalaksanaan diet akan memperbaiki
metabolisme glukosa serta meningkatkan penghilangan lemak tubuh. Latihan yang
digabung dengan penurunan berat akan memperbaiki sensitivitas insulin dan
menurunkan kebutuhan pasien akan insulin atau obat hiperglikemik oral. Kepada
penderita DM harus dianjurkan untuk selalu latihan pada saat yang sama
(sebaiknya ketika kadar glukosa darah mencapai puncaknya) dan intensitas yang
sama tiap harinya. Latihan yang dilakukan setiap hari secara teratur lebih
dianjurkan daripada latihan sporadik. 13
d. Intervensi farmakologis
Dalam mengelola
diabetes melitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non
farmakologis, berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian
kalau dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang
ditentukan belum tercapai, dianjurkan dengan langkah-langkah berikut, yaitu
penggunaan obat/pengelolaan farmakologis. Pada kebanyakan kasus umumnya dapat
diterapkan langkah seperti tersebut diatas.
B. Konsep Dasar
Tentang Olahraga
1. Fisiologis/manfaat
Latihan jasmani
merupakan bagian dari kehidupan anak remaja dan dewasa. Pada beberapa
penelitian terlihat bahwa latihan jasmani dapat membantu kerja metabolisme
tubuh sehingga dapat mengurangi kebutuhan insulin. Pada perinsipnya olahraga
pada penderita diabetes melitus tak berbeda dengan orang yang sehat juga antara
penderita baru ataupun lama. Olahraga itu terutama untuk membakar kalori tubuh
sehingga glukosa dalam darah bisa terpakai untuk energi, dengan demikian kadar
gulanya bisa turun 6. Energi yang dibutuhkan pada waktu berolahraga
terutama berasal dari glukosa dan asam lemak bebas. Pada awal kegiatan olahraga
kedua bahan tersebut merupakan sumber yang utama, namun pemakaian glukosa pada
tingkat ini lebih cepat. Energi pada awal berolahraga berasal dari cadangan
ATP-PC otot, setelah itu didapatkan dari cadangan glikogen otot, selanjutnya
barulah digunakan glukosa. Bila olahraga berlangsung terus maka energi
diperoleh dari glukosa yang didapatkan dari pemecahan simpanan glikogen hepar
(glikogenesis) 7
Latihan akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki
dengan berolah raga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training)
dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme
istirahat (resting metabolic rate). Semua
efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan 10.
Ambilan glukosa oleh
jaringan otot pada keadaan istrahat membutuhkan insulin, karena itu disebut
sebagai jaringan insulin-dependent. Sedangkan pada otot yang aktif, walaupun
kebutuhan otot terhadap glukosa meningkat, tidak disertai peningkatan kadar
insulin. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya kepekaan reseptor insulin
diotot dan bertambahnya jumlah reseptor insulin yang aktif pada waktu
berolahraga. Oleh karena itu otot yang aktif disebut sebagai jaringan non-insulin
dependent 6. Tanpa adanya insulin, masuknya glukosa kedalam otot
rangka mengalami peningkatan selama berolahraga, hal ini disebabkan adanya
peningkatan jumlah transporter GLUT-4 independent-insulin dimembran sel otot.
Meningkatnya pemasukan glukosa ini menetap selama beberapa jam setelah
olahraga, dan latihan yang teratur dapat menghasilkan peningkatan kepekaan
terhadap insulin yang berkepanjangan 7.
Selain beberapa teori
yang ada mengenai penyebab terjadinya resistensi insulin, didapatkan sebuah
teori yang ada mengenai penyebab terjadinya peningkatan sensitivitas insulin
pada saat berolahraga. Keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu pada
waktu berolahraga blood flow (BF) meningkat, ini menyebabkan lebih banyak
jala-jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak reseptor insulin yang tersedia
dan aktif.
2. Takaran latihan olah raga
Ibarat pemberian obat
terapi olah raga juga mempunyai dosis atau takaran latihan, jika dosis kurang,
manfaat yang diharapkan akan berkurang dan kalau berlebihan juga justru
merugikan tubuh. Takaran olah raga yang perlu diperhatikan adalah intensitas,
lama dan frekuensi latihan.
a. Intensitas latihan
Sebaiknya olaraga yang
dilakukan bersifat ringan hingga sedang yaitu, saat berolaraga detak jantung
berkisar pada 60-70% dari MHR (Maximun Heart Rate, detak jantung
maksimun).
b. Lama latihan
Lama
latihan olah raga juga ada takarannya, setiap melakukan olahraga hendaknya zona
sasaran harus dicapai dan dipertahankan selama paling sedikit 25 menit. Latihan
mencapai zona sasaran yang dilakukan lebih lama memberikan efek yang lebih
baik. Sebagaimana yang diterangkan diatas, pada waktu melakuka olahraga yang
lamanya mencapai 40-90 menit bahan bakar yang digunakan sebagai sumber tenaga
adalah yang berasal dari asam lemak. Dengan cara demikian kadar glukosa darah
dan lemak darah (kolesterol) adakan digunakan tubuh, maka kedua zat tersebut
akan menuju normal.
c. Frekuensi latihan
Yang
dimaksud dengan frekuensi latihan adalah frekuensi latihan setiap minggu.
Latihan olahraga yang dilakukan 3 kali dalam seminggu memberikan efek yang
lebih baik. Kalau mungkin latihan olahraga yang dilakukan 4 kali seminggu
memberikan efek yang lebih baik
Hal-hal
lain yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah agar tetap
memperhatikan dan mengikuti tahap-tahap berikut ini :
1)
Pemanasan
(warm up)
Latihan ini dilakukan
sebelum memasuki latihan inti dengan
tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan yang
sebenarnya. Tujuan latihan ini adalah menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut
jantung mendekati intensitas latihan. Selain itu pemanasan perlu untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya cedera akibat olahraga. Lama pemanasan
biasanya 5-10 menit.
2)
Latihan
inti (conditioning)
Pada tahap ini,
denyut nadi diusahakan mencapai target seperti yang ditulis diatas. Bila target
tersebut tidak tercapai, kurang bermanfaat. Sebaliknya bila melebihi target
yang telah ditentukan, akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan.
3)
Pendinginan
(cool down)
Sebaiknya setiap selesai
melakukan olahraga dilakukan pendinginan untuk mencegah terjadinya penimbunan
zat-zat racun yang dikeluarkan sewaktu berolahraga atau pusing-pusing karena
darah masih terkumpul diotot yang aktif. Penimbunan asam laktat dapat
menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga. Bila olahraga yang
dilakukan adalah jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk beberapa menit. Bila bersepeda, tetap
mengayung sepeda tanpa beban. Lama pendinginan kurang lebih 5-10 menit, hingga
denyut nadi mendekati detak jantung waktu istirahat.
4)
Peregangan
(stretching)
Hal ini dilakukan untuk
melemaskan dan melenturkan otot yang masih teregang dan lebih elastis. Komponen
ini sangat penting untuk usia lanjut.
3. Jenis Olahraga
Jenis olahraga yang baik
untuk pengidap DM adalah olahraga yang memperbaiki kesegaran jasmani. Oleh
karena itu harus dipilih jenis olahraga yang memperbaiki semua komponen
kesegaran jasmani yaitu yang memenuhi ketahanan, kekuatan, kelenturan tubuh
(fleksibilitas), keseimbangan, ketangkasan, tenaga dan kecepatan. Agar memenuhi
hal tersebut, latihan olahraga sebaiknya bersifat kontinyu (continous),
ritmis(tytmical) interval, progresif, dan latihan ketahanan (endurance).
a. Latihan kontinyu
Latihan yang diberikan
harus berkesinambungan, dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh, bila
dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pengidap melakukan jogging tanpa
istirahat.
b. Latihan ritmis
Latihan olahraga
harus yang dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur. Contoh latihan ritmis adalah jalan kaki, jogging, berlari, berenang,
bersepeda, mendayung. Main golf, tenis atau badminton tidak memenuhi syarat
karena banyak berhentinya.
c. Latihan interval
Latihan olahraga
yang dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat dan sebagainya.
Dengan kegiatan yang bergantian pengidap dapat bernapas dengan lega tanpa
menghentikan latihan sama sekali
d. Latihan progresif
Latihan yang
dilakukan harus beransur-ansur dari sedikit ke latihan yang lebih berat, secara
bertahap. Jadi beban latihan olahraga dinaikkan sedikit demi sedikit sesuai
dengan pencapaian latihan sebelumnya.
e. Latihan daya tahan
Latihan daya tahan
memperbaiki sistem kardiovaskuler. Oleh karena itu sebelum ikut program latihan
olahraga, terhadap pengidap harus dilakukan pemeriksaan kardiovaskuler.
Agar tidak bosan
dalam melakukan program latihan olahraga, sebaiknya pengidap memilih sendiri
olahraga yang disenangi, bersifat rekreatif, dapat dilaksanakan dimana pun ia
berada.
C. Tinjauan Umum tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan
dengan Ketaatan Olahraga
Kepatuhan adalah
tingkat perilaku pasien dalam mengambil suatu tindakan pengobatan seperti diet,
kebiasaan hidup sehat, ketepatan berobat. Ketaatan atau kepatuhan merupakan
perilaku yang disampaikan secara berkesinambungan yang berasal dari adanya
suatu motif yang dimiliki komponen emosional (efektif) sehingga mendorong
seseorang untuk mempengaruhi kebutuhannya dan cendrung diulang karena
menghasilkan suatu yang bermanfaat dan menyenangkan 17
Sarafino (1990)
dikutip dari Bart Smet dalam psikologi kesehatan mendefinisikan kepatuhan
(ketaatan) sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku
yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Faktor yang berhubungan dengan
ketaatan dimana secara riset tentang ketaatan pasien sebagi penerima nasehat
dokter yang pasif dan patuh. Pasien yang tidak patuh dipandang sebagai orang
lalai dan masalahnya dianggap sebagai masalah kontrol, riset berusaha untuk
mengidentifikasi masalah kelompok-kelompok pasien yang tidak patuh berdasarkan
kelas ekonomi, umur dan jenis kelamin. Usaha ini sedikit berhasil, setiap orang
dapat menjadi tidak taat atau situasinya tidak memungkinkan.
Kepatuhan sering
kali diartikan sebagai usaha klien mengendalikan perilakunya, bahkan jika hal
tersebut bisa menimbulkan resiko mengenai kesehatannya. Faktor penting ini
sering dilupakan. Banyak dokter begitu saja beranggapan bahwa pasien akan
mengikuti apa yang mereka nasehatkan tanpa menyadari, bahwa pasien tersebut
pertama-tama harus memutuskan lebih dahulu apakah mereka akan melakukannya 18.
1. Penyuluhan
Pendidikan (penyuluhan) kesehatan pada hakikatnya
adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok
atau individu 19. dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan
masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat
berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, adanya penyuluhan tersebut
diharapkan dapat membawa akibat perubahan perilaku sasaran.
a. Pengertian
Penyuluhan kesehatan
adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti,
tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan.
Penyuluhan kesehatan
adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan
prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin dhidup sehat, tahu bagaimana
dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara
berkelompok dan meminta pertolongan bila perlu (Depkes).
b. Sasaran penyuluhan
Sebenarnya
sasaran langsung penyuluhan diabetes melitus adalah penyandang diabetes, tetapi
untuk mencapai program yang berdayaguna dan sekaligus berhasil guna, kita perlu
menentukan juga sasaran tidak langsung yang terdiri dari petugas kesehatan dan
bernagai komunitas dmana penyandang diabetes berada sewaktu melakukan kegiatan
sehari-hari, sasaran berikutnya adalah orang-orang yang sehari-hari
beraktivitas bersama-sama dengan penyandang diabetes, baik dilingkungan rumah
atau dilingkungan lainnya misalnya lingkungan tempat kerja dan sebagainya.
c. Tujuan penyuluhan
Penyuluhan
kesehatan atau lebih tepat adalah pendidikan kesehatan , merupakan suatu proses
yang berlangsung secara terus-menerus. Yang kemajuannya harus terus diamati
terutama oleh mereka yang memberikannya. Pada umumnya kebutuhan penyandang
diabetes akan penyuluhan kesehatan dideteksi oleh petugas kesehatan, untuk
selanjutnya ditumbuhkan rasa membutuhkan pada penyandang diabetes. Tujuan
pendidikan kesehatan bagi penyandang diabetes pertama-tama adalah meningkatkan
pengetahuan mereka. Pengetahuan tersebut akan menjadi titik tolak perubahan
sikap dan gaya hidup mereka. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan
adalah perubahan perilaku penyandang diabetes dan meningkatkan kepatuhan yang
selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup.
2. Dukungan keluarga
Sesuai dengan fungsi
pemeliharaan kesehatan (suprajitno 2004) keluarga mempunyai tugas dibidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan meliputi
a. Mengenal masalah kesehatan
Orang tua atau keluarga perlu mengenal masalah kesehatan
atau perubahan-perubahan yang terjadi oleh anggota keluarga
b. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Merupakan upaya keluarga dalam mencari pertolongan
yang tepat sesuai keadaan keluarga dan pertimbangan siapa diantara keluarga
yang mempunyai kemampuan memutuskan tindakan keluarga dalam mengatasi atau
mengurangi masalah kesehatan
c. Merawat keluarga yang mengalami masalah kesehatan\
Seringkali keluarga mengambil tindakan yang tepat,
tetapi keluarga memiliki keterbatasan, jika demikian anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan perlu mendapatkan tindakan lanjutan dinstitusi pelayanan kesehatan.
d. Memodifikasi lingkungan keluaarga
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
disekitarnya bagi keluarga
3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup
didalam domain kognitif mempunyai 6 tahapan yakni tahu, memahami, aplikasi,
analisis, sintesis dan penilaian kembali. Untuk dapat menjalani perilaku yang
diinginkan, seseorang harus melampaui semua tahapan tersebut. Enam tahapan
tersebut merupakan suatu proses yang memerlukan waktu, dan lama proses tersebut
tidak sama untuk setiap orang 6
Pengetahuan seseorang
diperoleh dari pengalamn yang berbagai macam sumber, misalnya : pendidikan,
media massa, elektronik, buku petunjuk, petunjuk kesehatan, media poster,
kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan
tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmojo
(1993) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan akibat proses
penginderaan terhadap suatu obyek. Pengetahuan merupakan suatu domain yang
sangat penting untuk terbentuknya sikap terbuka. Sikap yang didasari
pengetahuan umumnya bersifat langgeng.
4. Motivasi
Motivasi dari bahasa
latin movere, berarti menimbulkan pergerakan , banyak istilah untuk menyebut
motivasi atau motif antara lain kebutuhan, keinginan, dorongan. Motivasi
sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang (iner state) yang mendorong,
mengaktifkan atau menggerakkan dan menyalurkan perilaku kearah tujuan 20.
Mukhlas (1997),
mendefinisikan motivasi dalam perilku organisasi sehingga kemauan untuk
berjuang dan berusaha ketingkat yang lebih tinggi menuju terjadinya tujuan
organisasi, dengan syarat tidak mengabaikan kemampuannya untuk memperoleh
kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan peribadi.
Pada dasarnya usaha
seseorang dalam mengarahkan daya dan potensinya ditentukan oleh kekuatannya
sehingga tingkat motivasinya dan alat perangsang atau faktor motivasinyan
cendrung berkurang jika kepuasan telah tercapai. Karakteristik motivasi adalah
sebagai berikut
a. Direction
Menunjukkan kemana gerakan itu
akan ditujukan
b. Actifation
Mendorong munculnya gerakan atau
perbuatan dan daya ingat dari beberapa banyak serta kuatnya gerakan tersebut
c. Analisis motifation
Gerakan yang dilatar belakangi
motivasi pada hakikatnya dapat dianalisa dari berbagai arah yaitu analisis
psikologis, analisis individual, sosial dan filosofi.
Dalam pelaksanaan kegiatan, penyampaian
informasi dan penyuluhan tidak cukup untuk mencapai hasil seperti yang kita
inginkan. Pengetahuan seseorang yang meningkat mengenai sesuatu hal tidak selalu
diikuti dengan perubahan tingkah laku.untuk mau mengubah perilaku, tentunya
seseorang harus mempunyai motif atau bergerak untuk melakukan sesuatu
perubahan. Dengan demikian jelaslah bahwa seorang petugas selain harus dapat
menyampaikan informasi yang benar, juga diharapkan dapat menjadi moivator,
yakni orang yang selalu berusaha mempengaruhi sasaran agar sasaran tersebut
setuju dan mendukung gagasan yang disampaikan. Memotivasi seseorang berarti
memberikan pengertian tentang sesuatu agar orang tersebut tumbuh kesadarannya,
untuk kemudian menerima, dan terdorong atau tergerak untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan kebutuhannya 6.
Motivasi berfungsi
untuk mengarahkan, mendorong dan menggerakkan seseorang atau kelompok untuk
melakukan sesuatu. Hal tersebut ditempuh melalui cara, yaitu yang pertama
mengusahakan terciptanya suatu keadaan yang dapat menumbuhkan dorongan batin
seseorang agar tergerak hatinya untuk bertingkah laku. Yang kedua memberikan
pengertian kepada individu atau kelompok agar mereka terdorong untuk melakukan
sesuatu setelah ia mengerti.
5. Sikap
Sikap merupakan
reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap
hanya dapat ditafsirkan dari perilaku, yang nampak. Pengertian lain sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara
tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif,
kehendak dan perilaku masa lalu. Sikap akan mempengaruhi proses berpikir,
kehendak perilaku berikutnya. Jika jadi merupakan respon evaluatif didasarkan
pada proses evaluasi diri, yang dismpulkan berupa penilaian positif atau
negatif yang kemudian mengkristalkan sebagai potensi terhadap suatu objek.
Mar’at 91998)
mengatakan manusia dilahirkan dengan sikap dan pandangan ataupun perasaan
tertentu tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya. Dengan kata lain
sikap merupakan produk dari proses sosialisasi , seseorang memberikan reaksi
sesuai dengan rangsangan yang diterimanya.
Menurut kartono
(1990) sikap seseorang adalah predisposisi (keadaan modal terpengaruh) untuk
memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang didapat melalui atau
membimbing tingkah laku orang tersebut.
Mengubah sikap
diabetes bukan pekerjaan yang mudah, bahkan lebih sulit daripada meningkatkan
pengetahuan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap sebenarnya bagian dari
kepribadian. Berbeda dengan perangai yang juga merupakan bagian dari
kepribadian, sikap adalah kecendrungan yang tertata untuk berpikir, merasa,
mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau obyek kognitif. Contoh
misalnya sikap seseorang penyandang diabetes terhadap cara pemberian obat yang
diberikan. Seseorang bisa mempunyai sikap yang sangat tidak menyetujui
pemberian melalui suntikan, sedangkan orang lain sangat tidak menyukai
pemberian obat peroral. Sikap yang tidak mendukung perilaku yang diharapkan,
tentunya akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut. Dengan mengetahui
sikap masing-masing penyandang diabetes yang diperkirakan mempunyai hubungan
perilaku yang iinginka, seorang edukator dapat melakukan intervensi tertentu
pada gilirannya dapat mengubah perilaku penyandang diabetes.
BAB
III
PELAKSANAAN
PENELITIAN
A. Kerangka
Konsep
Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan pada
tinjauan kepustakaan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat
digambarkan dalam bentuk skema seperti dibawah ini :
VariableI independen Variable
Dependen
SIKAP
|
PENYULUHAN
|
DUKUNGAN KELUARGA
|
MOTIVASI
|
PENGETAHUAN
|
KETAATAN OLAHRAGA
|
Keterangan:
= variabel yang diteliti
=
variabel yang ti
B. Hipotesis
penelitian
H1
: Hipotesis alternatif
1. Ada
hubungan penyuluhan dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2
2. Ada
hubungan dukungan keluarga dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2
3. Ada
hubungan pengetahuan dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2
4. Ada
hubungan motivasi dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2
C.
Defenisi operasional
NO
|
VARIABEL
|
DEFENISI OPERASIONAL
|
KRITERIA OBYEKTIF
|
SKALA PENGUKURAN
|
1
|
Independen
Penyuluhan
|
Suatu bentuk pengarahan /penjelasan yang diberikan oleh
petugas kesehatan terhadap penderita agar supaya dapat mengerti dan taat terhadap
program olahraga yang dianjurkan
|
Baik : jika memperoleh nilai ≥
17
Kurang : jika memperoleh nilai <17
|
Ordinal
|
2
|
Dukungan keluarga
|
Segala bentuk perhatian yang diberikan
oleh keluarga terhadap penderita dalam membantu mematuhi
program olahraga yang dianjurkan
|
Baik : jika memperoleh nilai ≥15
Kurang : jika memperoleh skor
<15
|
Ordinal
|
3
|
Pengetahuan
|
Pemahaman responden tentang DM
yang mencakup pengertian, penyebab, tanda dan keluhan serta
penatalaksanaannya.
|
Baik : jika memperoleh nilai ≥13
Kurang : jika memperoleh nilai
<13
|
Ordinal
|
4
|
Motivasi
|
Dorongan atau faktor dalam diri
yang menimbulkan keinginan pasien untuk mematuhi program olahraga yang
dianjurkan oleh petugas kesehatan dalam proses penanganan penyakitnya
|
Tinggi : jika nilainya ≥3
Rendah : jika nilainya<3
|
Ordinal
|
5
|
Dependen
Ketaatan olahraga
|
Merupakan suatu kepatuhan yang
didapatkan dari responden selama melakukan penelitian dalam melaksanakan
program olahraga yang dianjurkan oleh petugas kesehatan
|
Taat : jika mengikuti program
olahraga yang ditentukan olah petugas kesehatan atau memperoleh nilai ≥3
Tidak taat : jika tidak mengikuti
program olahraga yang dianjurkan oleh petugas kesehatan atau dengan nilai
<3
|
Ordinal
|
D.
Desain Penelitian
Penelitian ini
menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional, dimana peneliti melakukan pengukuran variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada suatu saat, peneliti menilai variabel dependen
dan independen secara simultan tidak ada follow up 21. Dalam hal ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi Faktor-faktor yang berhubungan dengan
ketaatan melakukan olahraga pada klien DM tipe 2 yang dirawat jalan di BPRSUD
Labuang Baji Makassar.
E. Populasi
dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah klien yang telah
dinyatakan/terdiagnosis DM tipe 2 yang dirawat jalan di BPRSUD Labuang baji
makassar. Dengan pendekatan non probability sampling dimana ada beberapa klien
DM tipe 2 memiliki kemungkinan untuk tidak dipilih/dijadikan sampel penelitian
22.
Pengambilan jumlah sampel (sampling) dilakukan dengan
menggunakan teknik sampling jenuh yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan
mengambil semua populasi menjadi sampel 21,23.Ada pun jumlah sampel
pada penelitian adalah sebanyak 47 responden.
Kriteria
Sampel:
Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subjek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bersedia
menjadi responden.
2.
Klien
yang terdiagnosis DM tipe 2
3.
Klien
yang berkunjung di Unit rawat jalan BPRSUD Labuang Baji Makassar
Kriteria ekslusi
adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang
tidak memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena berbagai sebab
yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Tidak bersedia menjadi responden
2. Semua pasien DM tipe 2 yang rawat jalan di RS Labuang
Baji Makassar yang tidak terdiagnosa
penyakit diabetes melitus
F.
Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan pada tanggal 6 Maret sampai 3 April 2009.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Unit rawat jalan RSUD Labuang Baji Makassar.
G. Instrument Penelitian
Alat pengumpulan
data dirancang oleh peneliti sesuai dengan kerangka konsep yang telah dibuat.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner, jenis pengukuran ini peneliti
mengumpulkan data primer secara formal kepada responden untuk menjawab
pertanyaan secara tertulis atau wawancara langsung. Dan data sekunder
berdasarkan data medical record di BPRSUD Labuang baji makassar. Dan pengukuran
pada variabel independen , variabel tentang penyuluhan yang terdiri dari 7
pertanyaan yang masing-masing pertanyaan telah disediakan jawaban yang memilik
dan masing-masing jawaban memilik poin tersendiri antara lain : selalu (4),
sering (3), kadang-kadang (2), tidak pernah (1), begitu pula pada variabel
dukungan keluarga dimana terdiri dari 6 pertanyaan dengan poin jawabab selalu
(4), sering (3), kadang-kadang (2), tidak pernah (1). Sedangkan tentang
pengetahuan dan motivasi menggunakan skala guttman, dimana untuk pengetahuan
jika benar (skor 2), salah (1), dan motivasi ya(skor 1), tidak (0). Dan pada
variabel dependen tentag ketaatan olahraga terdiri dari 4 pertanyaan dimana
jika ya (skor 1), tidak (skor 0).
H. Uji instrument
1. Uji validitas
Adalah suatu indeks
yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur, sebelum
kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur maka kuesioner tersebut dilakukan
uji coba ”trial” dilapangan agar mendapatkan distribusi nilai hasil pengukuran
mendekati normal, maka jumlah responden untuk uji coba 20 orang.
Teknik korelasi yang
dipakai adalah teknik korelasi ”product momen” yang rumusnya sebagai berikut :
Dari hasil uji instrument diperoleh bahwa jika t hitung
> t tabel maka pernyataan valid. Dari hasil uji validitas didapatkan t tabel
dari tiap-tiap pernyataan= (0,688). Dari hasil uji validitas diatas didapat t
hitung > t tabel berarti pernyataan valid.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah
indeks yang menunjukkan sejauh mana sesuatu alat ukur dapat dipercaya atau
dapat diandalkan. Jika r 11
> r tabel maka pernyataan reliabel, dan r tabel dari tiap-tiap
pernyataan=(0,468). Dari hasil uji reliabilitas diatas didapat
bahwa r11>r tabel yang berarti pernyataan reliabilitas.
I.
Prosedur
Pengumpulan Data
1. Data
primer
Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan
cara memberikan kuesioner dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mendatangi
atau mencari pasien yang menderita DM tipe 2
b. Wawancara
singkat dengan pasien untuk mencari pasien
c. Sebelum kuesioner diserahkan kepada responden, peneliti
memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian
d. Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka
peneliti mengajukan surat persetujuan
untuk ditanda tangani pada lembar persetujuan
e. Jika responden telah menyatakan bersedia, maka kuesioner
diberikan dan responden diminta untuk mempelajari terlebih dahulu tentang cara
pengisian kuesioner
f. Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden,
selanjutnya dikumpulkan dan dipersiapkan untuk diolah dan dianalisa
2. Data
sekunder
Data sekunder
diperolah dari data medical record BPRSUD Labuang Baji makassar.
J.
Pengolahan Data
1. Editing
Data
Maksud melakukan editing untuk menilai
kelengkapan, kejelasan dan kesesuaian jawaban responden, agar seluruh data yang
diterima dapat diolah dengan baik, sehingga pengolahan data dapat menghasilkan
out put yang merupakan gambaran jawaban terhadap hipotesis penelitian.
Data
yang terkumpul diolah dengan bantuan computer dengan program SPSS 16, setelah
itu diedit untuk memperoleh hasil yang dapat
menggambarkan penelitian sesuai
dengan tujuan penelitian.
2. Coding
Data
Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data
yaitu lewat memberikan simbol-simbol atau kode dari setiap jawaban responden.
3. Entry
data dengan bantuan program SPSS16.
4. Cleaning
Data
Cleaning (pembersihan Data) merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
5. Pembobotan dan pembentukan variabel penjumlahan skor
Jawaban responden pada setiap variabel sehingga dapat
nilai total masing-masing variabel yang selanjutnya dijadikan distribusi
frekwensi dan distribusi proporsi.
6. Analisa
Data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam
bentuk table distribusi frekwensi
disertai penjelasan atau narasi yang menunjukkan suatu penggambaran dari
variable yang diteliti. Diolah dengan bantuan computer dengan program SPSS 16.
Data yang telah dikumpulkan terlebih dahulu di edit baik
pada waktu di lapangan, ini dimaksudkan untuk memfilter data-data missing
agar tidak terjadi kesalahan. Setelah itu dilakukan pengkodean (coding)
data yang dilanjutkan dengan tabulasi data untuk dikelompokkan dalam bentuk
tabel kemudian diinput ke dalam komputer untuk dianalisa lebih lanjut.
Uji statistik yang
digunakan adalah uji Chi-Square dengan melakukan analisa univariat dan
bivariat. Dengan rumus sebagai berikut.
X2 = ∑ (O-E)2
E
Keterangan :
X2 = Chi
Square hasil perhitungan
E = Nilai expected
(harapan)
O =
nilai observasi
Interpretasi : dikatakan
mempunyai hubungan (signifikan) apabila
nilai X2 hitung lebih besar dari X2 tabel untuk α=0,05
K. Etika
Penelitian
1. Informed
consent (lembar persetujuan)
Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan lembar
persetujuan kepada responden untuk melakukan persetujuan antara peneliti dan
responden, dengan tujuan agar subjek/responden dapat mengerti maksud dan tujuan
penelitian, di mana pada lembar persetujuan tersebut terdapat identitas
responden dan beberapa daftar pertanyaan. Jika subjek/responden bersedia maka
responden harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak
bersedia maka peneliti akan menghargai hak-hak responden/subjek yang diteliti.
2. Anonymity
(tanpa nama)
Dalam penelitian ini, nama responden diganti dengan
menggunakan inisial saja atau kode pada tiap lembaran kuesioner untuk
menjaga privacy dari responden.
3. Confidentiality
(kerahasiaan)
Peneliti harus selalu menjamin kerahasiaan identitas dari
responden, semua berkas yang mencantumkan identitas responden harus digunakan
untuk keperluan pengolahan data dan bila tidak digunakan lagi maka data
tersebut akan dimusnahkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Labuang Baji Makassar dari
tanggal 6 Maret sampai 3 April 2009. Hasil penelitian ini diperoleh melalui
wawancara langsung dan kuesioner yang memuat pertanyaan tentang penyuluhan,
dukungan keluarga, pengetahuan, motivasi, dan ketaatan olahraga. Kuesioner ini
dibagikan kepada responden dan kemudian mengisinya langsung dengan didampingi
oleh peneliti. Besar sample sebanyak 47 responden yang semuanya telah memenuhi
kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil pengolahan data maka berikut
ini akan disajikan analisa univariat dan bivariat.
1. Analisa
univariat
Analisa
univariat pada penelitian ini bertujuan untuk memenuhi distribusi frekuensi dan
variabel independen yaitu penyuluhan, dukungan keluarga, pengetahuan, motivasi,
serta variabel dependen yaitu ketaatan olahraga pasien diabetes melitus tipe 2.
a. Variable
independen
1) Tingkat
penyuluhan
Tabel
II
Distribusi
frekuensi responden berdasarkan penyuluhan Pasien rawat jalan DM tipe 2 di Poli
Endokrin
Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Penyuluhan
|
F
|
%
|
Baik
kurang
|
39
8
|
83
17
|
jumlah
|
47
|
100
|
Sumber
: data primer 2009
Berdasarkan
table II diatas responden yang mendapat penyuluhan baik sebanyak 39 Orang
(83%), dan responden yang mendapat penyuluhan kurang sebanyak 8 orang (17%)
2) Tingkat
dukungan keluarga
Tabel
III
Distribusi
frekuensi responden berdasarkan dukungan keluarga pasien rawat jalan DM tipe 2 di Poli Endokrin
Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Dukungan keluarga
|
F
|
%
|
Baik
kurang
|
36
11
|
76,6
23,9
|
jumlah
|
47
|
100
|
Sumber
: Data primer 2009
Berdasarkan table III diatas responden yang
memiliki dukungan keluarga baik sebanyak 36 orang (76,6%), dan responden yang
memiliki dukungan keluarga kurang sebanyak 11 orang (23,9%).
3) Tingkat
pengetahuan
Tabel IV
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan
pasien rawat jalan DM tipe 2 di Poli Endokrin
Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Pengetahuan
|
F
|
%
|
Baik
kurang
|
39
8
|
83
17
|
jumlah
|
47
|
100
|
Sumber
: Data primer 2009
Berdasarkan
table IV diatas responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 39 orang (83%), dan responden yang memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 8 orang (17%).
4) Tingkat
motivasi
Tabel V
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan motivasi Rawat jalan DM tipe 2 Poli Endokrin
Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Motivasi
|
F
|
%
|
Tinggi
Rendah
|
38
9
|
80,9
19,1
|
Jumlah
|
47
|
100
|
Sumber
: Data primer 2009
Berdasarkan
table V diatas responden yang memiliki motivasi tinggi sebanyak 38 orang (80,9%), dan responden yang memiliki
motivasi rendah sebanyak 9 Orang (19,1%)
b. Variable
dependen
1) Ketaatan
olahraga pasien DM tipe 2
Tabel VI
Distribusi frekuensi responden
berdasarkan ketaatan Olahraga pasien rawat jalan DM tipe 2 di Poli Endokrin
Rumah
Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Ketaatan Olahraga
|
F
|
%
|
Taat
Tidak taat
|
40
7
|
85,1
19,4
|
Jumlah
|
47
|
100
|
Sumber
: Data primer 2009
Berdasarkan
table VI diatas responden yang memiliki motivasi tinggi sebanyak 40 orang
(85,1%), dan responden yang memiliki motivasi rendah sebanyak 7 Orang (19,4%)
2. Analisa
bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan
variabel Independen secara sendiri-sendiri dengan variabel dependen dengan
menggunakan uji statistic chi square dengan tingkat kemaknaan (ά) 0,05.
a. Variable
independent
1)
Hubungan
penyuluhan dengan ketaatan olahraga pasien DM tipe 2
Tabel VII
Hubungan Penyuluhan dengan Ketaatan Olahraga
Pasien
Rawat Jalan DM tipe 2 di Poli Endokrin
Ruimah Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Ketaatan olahraga
|
||||||
Penyuluhan
|
Taat
|
Tidak taat
|
Jumlah
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|
Baik
|
38
|
97,4
|
1
|
2,6
|
39
|
100
|
Kurang
|
2
|
25,0
|
6
|
75,0
|
8
|
100
|
Jumlah
|
40
|
85,1
|
7
|
14,9
|
47
|
100
|
Sumber : Data primer
2009 Nilai p=0,000 OR=114
Berdasarkan table VII
diperoleh data bahwa dari ..responden yang mendapat penyuluhan baik dan taat
olahraga sebanyak 38 orang (97,4%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 1 orang
(2,6%). Dan responden yang mendapat penyuluhan kurang yang taat olahraga
sebanyak 2 orang (25%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 6 orang (75%).
Dari hasil Fisher Exact Test
diperoleh nilai P=0,000 yang berarti lebih kecil dari (ά) 0,05 dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyuluhan dengan
ketaatan olahraga pasien DM tipe 2. dari Odds Rasio pada table diatas klien
yang mendapat penyuluhan baik memiliki peluang (114) untuk taat olahraga
2) Hubungan
dukungan keluarga dengan ketaatan olahraga pasien DM tipe 2
Tabel VIII
Hubungan dukungan keluarga dengan Ketaatan
Olahraga
Pasien Rawat Jalan DM tipe 2 di Poli Endokrin
Ruimah Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Ketaatan olahraga pasien DM tipe 2
|
||||||
Dukungan keluarga
|
Taat
|
Tidak taat
|
Jumlah
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|
Baik
|
36
|
100
|
0
|
0
|
36
|
100
|
kurang
|
4
|
36,4
|
7
|
63,6
|
11
|
100
|
jumlah
|
40
|
85,1
|
7
|
14,9
|
47
|
100
|
Sumber : Data primer 2009 Nilai p=0,000 OR=3
Berdasarkan tabel VIII
diperoleh data bahwa dari ..responden yang memiliki dukungan keluarga baik dan
taat olahraga sebanyak. 36 orang (100%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 0
orang (0%). Dan responden yang memiliki dukungan keluarga kurang yang taat
olahraga sebanyak 4 orang (36,4%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 7 orang
(63,6%).
Dari hasil Fisher Exact Test
diperoleh nilai P=0,000 yang berarti lebih kecil dari (ά) 0,05 dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
dengan ketaatan olahraga pasien DM tipe 2. dari Odds Rasio pada table diatas
klien yang memiliki dukungan keluarga baik
memiliki peluang (3) untuk taat olahraga
3) Hubungan
pengetahuan dengan ketaatan olahraga pasien DM tipe 2
Tabel IX
Hubungan Pengetahuan dengan Ketaatan Olahraga
Pasien
Rawat Jalan DM tipe 2 di Poli Endokrin
Ruimah Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Ketaatan olahraga pasien DM tipe 2
|
||||||
Pengetahuan
|
Taat
|
Tidak taat
|
Jumlah
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|
Baik
|
38
|
97,4
|
1
|
2,6
|
39
|
100
|
kurang
|
2
|
25
|
6
|
75
|
8
|
100
|
jumlah
|
40
|
85,1
|
7
|
14,9
|
47
|
100
|
Sumber : Data primer 2009 Nilai p=0,000 OR=114
Berdasarkan tabel IX
diperoleh data bahwa dari ..responden yang memiliki pengetahuan baik dan taat
olahraga sebanyak 38 orang (97,4%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 1 orang
(2,6%). Dan responden yang memiliki pengetahuan kurang yang taat olahraga
sebanyak 2 orang (25%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 6 orang (75%).
Dari hasil Fisher Exact Test
diperoleh nilai P=0,000 yang berarti lebih kecil dari (ά) 0,05 dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
ketaatan olahraga pasien DM tipe 2. dari Odds Rasio pada table diatas klien
yang memiliki pengetahuan baik memiliki peluang (114) untuk taat olahraga
4) Hubungan
penyuluhan dengan ketaatan olahraga pasien DM tipe 2
Tabel X
Hubungan motivasi dengan Ketaatan Olahraga
Pasien
Rawat Jalan DM tipe 2 di Poli Endokrin
Ruimah Sakit Labuang Baji Makassar
2009
Ketaatan olahraga pasien DM tipe 2
|
||||||
Motivasi
|
Taat
|
Tidak taat
|
Jumlah
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
|
Tinggi
|
37
|
97,4
|
1
|
2,6
|
38
|
100
|
Rendah
|
3
|
33,3
|
6
|
66,7
|
9
|
100
|
jumlah
|
40
|
85,1
|
7
|
14,9
|
47
|
100
|
Sumber : Data primer 2009 Nilai p=0,000 OR=74
Berdasarkan tabel X
diperoleh data bahwa dari ..responden yang memiliki motivasi tinggi dan taat
olahraga sebanyak 37 orang (97,4%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 1 orang
(2,6%). Dan responden yang memiliki motivasi rendah yang taat olahraga sebanyak
3orang (33,3%), sedangkan yang tidak taat sebanyak 6 orang (66,7%).
Dari hasil Fisher Exact Test
diperoleh nilai P=0,000 yang berarti lebih kecil dari (ά) 0,05 dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan
ketaatan olahraga pasien DM tipe 2. dari Odds Rasio pada tabel diatas klien
yang memiliki motivasi tinggi memiliki peluang (74) untuk taat olahraga
B. PEMBAHASAN
1. Analisa
univariat
a. Penyuluhan
Berdasarkan data hasil
analisa univariat menunjukkan bahwa hasil penelitian dari 47 responden yang
mendapat penyuluhan baik sebanyak 39 responden (83%), dan yang mendapat
penyuluhan kurang tentang ketaatan olahraga penyakit diabetes tipe 2 sebanyak 8
responden (17%). Hal ini menunjukkan ada sosialisasi atau penyuluhan secara
rutin diberikan oleh petugas kesehatan yang terkait dengan keadaan penderita
dalam upaya memberikan pemahaman dan membangun motivasi dalam rangka
meningkatkan ketaatan dalam olahraga.
b. Dukungan
keluarga
Berdasarkan data hasil
analisa univariat menunjukkan bahwa hasil penelitian dari 47 responden yang
memiliki dukungan keluarga baik sebanyak 36 responden (76,6%), dan yang
memiliki dukungan keluarga kurang tentang ketaatan olahraga penyakit diabetes
tipe 2 sebanyak. 11 responden (23,9%). Hal ini menunjukkan bahwa adanya
perhatian yang tinggi dari keluarga terhadap pasien diabetes tipe 2, dimana
keluarga tentunya sangat mengharapkan pasien dalam keadaan sehat.
c. Pengetahuan
Berdasarkan data hasil
analisa univariat menunjukkan bahwa hasil penelitian dari 47 responden yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 39 responden (83%), dan yang memiliki
pengetahuan kurang tentang ketaatan olahraga penyakit diabetes tipe 2 sebanyak
8 responden (17%). Hal ini disebabkan oleh karena adanya penyuluhan dan
sosialisasi yang terus dilakukan oleh petugas kesehatan tentang pentingnya
olahraga secara teratur dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kebugaran pada
pasien diabetes
d. Motivasi
Berdasarkan data hasil
analisa univariat menunjukkan bahwa hasil penelitian dari 47 responden yang
memiliki motivasi tinggi sebanyak 38
responden (80,9%), dan yang memiliki motivasi rendah tentang ketaatan olahraga penyakit
diabetes tipe 2 sebanyak 9 responden (19,1%). Hal ini karena besarnya keinginan
dari responden untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya. Pada dasarnya juga
seseorang dalam mengarahkan daya dan potensinya ditentukan oleh kekuatan
tingkat kebutuhannya sebagai tingkat motivasi.
2. Analisa
bivariat
a. Hubungan
penyuluhan dengan ketaatan olahraga pasien diabetes mellitus tipe 2
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
hasil penelitian dari 47 responden yang mendapat penyuluhan baik dan taat
olahraga yaitu sebanyak 38 Responden (97,4%), sedangkan responden yang mendapat
penyuluhan baik dan tidak taat sebanyak 1 responden (2,6%).
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
penyuluhan dengan ketaatan dalam melaksanakan olahraga. Hal ini berarti bahwa
peranan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan dapat meningkatkan
ketaatan olahraga pada pasien diabetes khususnya DM tipe 2., dimana yang
mendapat penyuluhan baik mempunyai ketaatan lebih besar dalam melakukakn
olahraga, sebaliknya yang mendapat penyuluhan kurang mempunyai kemungkinan kurang
yang taat untuk olahraga.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
olah Notoatmojo (2003) yang mengatakan bahwa pendidikan kesehatan ditujukan
untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun
masyarakatnya. Disamping itu dalam konteks ini pendidikan kesehatan juga
memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan
sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan kesehatan. Pendidikan
kesehatan dalam bentuk penyuluhan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
klien tentang penyakitnya.
Sedangkan menurut Snehenda (1983) menganalisa
bahwa informasi berperan dalam menunjang perubahan perilaku seseorang.
Informasi yang diterima melalui media cetak, elektronik, penyuluhan, buku-buku
dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan seseorang sehingga ia akan biasa
memperbaiki atau merubah perilakunya menjadi lebih baik.
Menurut piaget (dikutip J.W Luhulima,2001)
bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, artinya proses yang
didasarkan atas mekanisme biologi yaitu perkembangan sistem saraf. Dengan makin
bertambahnya usia sesorang maka makin kompleslah susunan sel sarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya. Pada wktu seseorang tumbuh menjadi dewasa maka ia
akan mengalami adaptasi biologis dilingkungannya yang akan menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif dan struktur kognitifnya. Apabila seseorang
menerima informasi atau pengalaman yang baru maka informasi tersebut akan
dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya,
proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya apabila struktur kognitifnya yang
harus disesuaikan dengan informasi yang diterima maka hal ini disebut
akomodasi.
Berdasarkan penelitian ini menggambarkan
bahwa penyuluhan kesehatan kepada penderita dan keluarganya mutlak diperlukan
agar penyandang diabetes mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes,
yang kemudian selanjutnya dapat mengubah perilakunya dan mengendalikan
penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih berkualitas.
Dan responden yang mendapat penyuluhan kurang
dan taat olahraga yaitu sebanyak 2 responden (25%). Hal ini terjadi karena ada
beberapa responden yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 18 orang (38,3%).
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Abdullah (1997) bahwa yang
berpendidikan baik lebih muda menerima ide baru atau mudah menerima pesan dan
mudah terjadi pergeseran nilai-nilai karena pendidikan yang baik sangat
memegang nilai-nilai lama dibanding yang memiliki nilai kurang. Teori ini
diperkuat oleh Royston menyatakan bahwa pendidikan sangat erat kaitannya dengan
status kesehatan terutama yang berpendidikan rendah, pendidikan tinggi memegang
peranan yang sangat besar untuk memperbaiki masalah kesehatan 24.
Sedangkan yang tidak taat 6 responden (75%). Hal ini karena kurangnya
sosialisai dan informasi yang didapatkan oleh responden
b. Hubungan
dukungan keluarga dengan ketaatan olahraga pasien diabetes tipe 2
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa
hasil penelitian dari 47 responden yang memiliki dukungan keluarga baik dan
taat olahraga yaitu sebanyak 36 Responden (100%), sedangkan responden yang
memiliki dukungan keluarga baik dan tidak taat sebanyak 0 responden (0%).
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh Bobak (2005) bahwa peran serta keluarga dalam upaya meningkatkan kesehatan keluarga adalah meliputi upaya
untuk meningkatkan kesehatan terhadap masalah kesehatan merupakan tantangan
terbesar yang bertujuan membantu keluarga dan masyarakat belajar bagaimana agar
bisa sehat dengan cara alamiah
Begitu pula dengan apa yang dikemukakan oleh
Keliat (1992) segala bentuk tindakan yang dilakukan untuk melakukan sesuatu
terhadap penderita diabetes mellitus, dukungan keluarga ini tidak terlepas dari
5 fungsi perawatan kesehatan keluarga yaitu keluarga nampak mengenal masalah
kesehatan, keluarga yang mengalami masalah kesehatan, keluarga yang mampu
mengambil keputusan, keluaga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan, keluarga mampu memodifikasi lingkungan, keluarga dalam
rangka meningkatkan kesehatan keluarga dan keluarga mampu menggunakan fasilitas
yang ada dalam rangka menangani masalah kesehatan yang dihadapi. Pernyataan
diatas diperkuat oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tuela,M,S
(2004) mengatakan semakin tinggi dukungan yang diberikan seseorang akan semakin
taat, jadi dimana semakin baik dukungan keluarga maka akan semakin taat
olahraga.
Sedangkan responden yang memiliki dukungan keluarga
kurang dan taat olahraga sebanyak 4 responden (36,4%). Hal ini sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh Meichenbaum dalam Neill,N 25. Mengatakan
dukungan dari profesi kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi
kepatuhan. Dukungan mereka berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat
yang baru tersebut merupkan hal yang penting. Begitu juga mereka dapat
mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap
tindakan tertentu dari pasien dan secara terus menerus memberikan penghargaan
yang positif bagi pasien telah mampu beradaptasi dengan program yang diberikan
oleh petugas kesehatan.
Hal ini disebabkan karena tingginya pengetahuan yang
dimiliki oleh penderita begitupula profesi kesehatan merupakan factor lain yang
dapat mempengaruhi kepatuhan. Dan yang tidak taat sebanyak 7 responden (63,6%).
Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan yang diberikan oleh keluarga.
c. Hubungan
pengetahuan dengan ketaatan olahraga pasien diabetes mellitus tipe 2
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa
hasil penelitian dari 47 responden yang memiliki pengetahuan baik dan taat
olahraga yaitu sebanyak 38 Responden (97,4%), dan yang tidak taat 1 responden
(2,6%).
Berdasarkan hasil analisis tersebut
menunjukkan gambaran bahwa ada hubungan pengetahuan dengan ketaatan olahraga
pada pasien diabetes mellitus tipe 2, dimana pasien yang tingkat pengetahuannya
baik lebih banyak yang taat dibandingkan dengan yang pengetahuannya kurang.
Hasil penelitian ini didukung pendapat yang
dikemukakan oleh Azrul yang dikutip Effendi (1997) mengatakan bahwa individu
akan sadar, tahu dan mengerti serta mau melaklukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan bila ia memiliki pengetahuan yang baik melalui
penyuluhan kesehatan atau upaya sendiri dengan mencari tahu lewat media.
Semakin tahu sesuatu maka seseorang akan
lebih mudah termotivasi untuk melakukan hal yang positif untuk dirinya.
Pernyataan diatas diperkuat oleh hasil penelitian yang telah dilakukan olah
Verra (2005) yang menyebutkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang
baik akan patuh melaksanakan olahraga dibandingkan dengan responden yang
memiliki pengetahuan kurang. Hal ini sejalan dengan pendapat Roggers
(1990) yang menyatakan bahwa seseorang
mempunyai pengetahuan dan kesadaran akan
mendorong orang tersebut berprilaku atau melakukan sesuatu respon.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan
pendapat-pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat dikatakan bahwa pasien
yang pengetahuannya baik akan termotivasi untuk melakukan olahraga, sebaliknya
yang pengetahuannya kurang cendrung kurang termotivasi untuk melakukan
olahraga. Jika seseorang mengetahui manfaat
sesuatu hal akan membantu seseorang mengembangkan cakrawala berfikirnya
yang memudahkan baginya untuk berprilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai
kesehatan dalam hal ini taat dalam olahraga.
Sedangkan responden dengan pengetahuan kurang
dan taat olahraga sebanyak 2 responden (25%), dan yang tidak taat 6 responden
(75%). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Feurstein dalam
Neil,N (2007) menyatakan bahwa meningkatkan interaksi professional kesehatan
dengan pasien adalah suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada
pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan
terhadap kondisinya saat ini apa penyebabnya dan apa yang dilakukan dengan
kondisi seperti itu. Dan yang tidak taat 6 responden (75%), hal ini karena
kurangnya pengetahuan dan motivasi yang dimiliki oleh responden.
d. Hubungan
motivasi dengan ketaatan olahraga pasien diabetes mellitus tipe 2
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa
hasil penelitian dari 47 responden yang memiliki motivasi tinggi dan taat
olahraga yaitu sebanyak 37 Responden (97,4%), dan yang tidak taat 1 responden
(2,6%).
Hal ini menunjukkan gambaran bahwa ada
hubungan motivasi dengan ketaatan olahraga pada pasien diabetes mellitus tipe
2, dimana pasien yang tingkat motivasinya tinggi lebih banyak yang taat dibandingkan dengan
yang motivasinya rendah.
Motivasi adalah konsep menggambarkan baik kondisi
ekstrinsik yang merangsang perilaku manusia. Hal ini sebagai kebutuhan,
keinginan, atau dorongan semua manusia hidup mempunyai motivasi.
Demikian halnya dengan pasien diabetes mellitus tipe 2
yang mendapat dorongan baik dari dalam maupun dari luar berupa kemauan dan
kesadaran dalam meningkatkan derajat kesehatan termasuk ketatan olahraga.
Motivasi pasien DM tipe 2 dalam melakukan olahraga dapat dipengaruhi oleh
factor eksternal seperti pengetahuan, dukungan keluarga, penyuluhan atau
pelayanan kesehatan dan lain-lain. Hal tersebut dapat diterangkan bahwa
seseorang yang mempunyai pengetahuan baik akan melakukan tindakan yang
beralasan dimana dia tahu mengapa harus olahraga sehingga motivasinya untuk
olahraga menjadi baik.
Untuk mau mengubah perilaku, tentunya
seseorang harus mempunyai motif atau tergerak untuk melakukan sesuatu
perubahan. Dengan demikian jelaslah bahwa seorang petugas kesehatan selain
harus dapat menyampaikan informasi yang benar, juga diharapkan dapat menjadi
motivator, yakni orang yang selalu berusaha mempengaruhi sasaran agar sasaran
tersebut setuju dan mendukung gagasan yang disampaikan 6 .
Sedangkan responden dengan motivasi rendah
dan taat olahraga sebanyak 3 responden (33,3%). Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Dinicola dan Dimateo (1984). Pada dasarnya usaha seseorang
dalam mengarahkan daya dan potensinya ditentukan oleh kekuatan tingkat
kebutuhan sebagai tingkat motivasinya. Kekuatan motivasi cendrung berkurang
jika kepuasan telah tercapai. Seseorang dengan senang hati mengemukakan
tujuannya dan mengikuti program pengobatan yang diberikan oleh petugas
kesehatan jika ia memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap pengobatan yang
diberikan dan keluarga serta teman mendukung keyakinan tersebut. Pernyataan-pernyataan
yang dipublikasikan dapat meningkatkan kepatuhan seseorang. Kesepakatan apapun
yang diharapkan dari pasien harus berasal dari pasien sendiri, paksaan dari
tenaga kesehatan hanya akan menghasilkan efek yang negatif. Sedangkan yang
memilik motivasi rendah dan tidak taat olahraga sebanyak 6 responden (66,7%).
Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan atau motivasi yang diberikan oleh
keluarga.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan bahwa ada hubungan penyuluhan, dukungan keluarga, pengetahuan,
motivasi dengan ketaatan olahraga pada klien DM tipe 2 Diunit rawat jalan
BPRSUD Labuang Baji Makassar.
- Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diberi beberapa saran :
1. Bagi
instansi terkait dalam hal ini RS Labuang Baji Makassar disarankan mungkin bisa
membentuk suatu perhimpunan khusus dibidang edukasi agar supaya bisa memberikan
penyuluhan secara kontinyu dan seksama, begitupula bagi pihak pelaksana
dibagian struktural Unit rawat jalan poli Endokrin supaya lebih disiplin dan
tepat waktu dalam memberikan pemeriksaan dan pengobatan agar penderita bisa
lebih taat dalam pengobatan.
2. Bagi
klien diharapkan agar lebih taat dalam olahraga serta selalu mencari tahu perkembangan
kesehatannya.
3. Bagi
keluarga agar selalu memberikan dukungan berupa motivasi, mengingatkan waktu
olahraga, mendampingi pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan, serta selalu
mencari tahu perkembangan kesehatan penderita.
4. Bagi
peneliti berikutnya diharapkan melakukan peneltian yang lebih spesifik yaitu
“Hubungan keteraturan penyuluhan dengan tingkat kemandirian penderita dalam
melakukan pengobatan pada klien yang mengalami diabetes melitus”
DAFTAR PUSTAKA
- Yunir, EM. (2006). Prevalensi Diabetes Diindonesia, OTC digest Edisi 3, Jakarta
- Widijanti, A. (2005). Pemeriksaan Laboratorium Penderita DM, Lab Patologii KLInik Dr Saiful Anwar/FK Unibraw, malang.
- Muctar,A. (2008). Terapi untuk diabetes mellitus, Http/www.who.into.ts/fact/138 HtmL
- Sjaidullah, N, et al. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 3, EGC, Jakarta
- Soegondo, S. et al. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, FKUI , Jakarta
- William F.G. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 22, penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
- Chandrasoma, P. (2005). Ringkasan patolosi Anatomi, edisi 2, EGC, Jakart
- Tjokroprawiro, A. (2002). Diabetes Melitus, klasifikasi, diagnosis dan Terapi. Gramedia pustaka utama, Jakarta
- Tapan, E. (2005). Penyakit Degeneratif, Gramedia, Jakarta
- Smeltzer. S.C, Bare. B.G, (1996). Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth ed 8. Terjemahan H.Y.Kuncara, Andry Hartono, monica Ester, dkk (2002). EGC. Jakarta
- Corwin, E.J, (2000). Buku Saku Patofisiologi, EGC, jakarta
- Yulia, MN, (2004). Asuhan Keperawatan dan Perawatan Luka pada klien DM. Makalah disajikan pada seminar nasional keperawatan : tetap sehat bersama kencing manis, menuju INDONESIA SEHAT 2010. diselenggarakan oleh poltekes tidung makassar, makassar.
- Warrow, J, (2006). Depresi Pada Penderita DM yang terkontrol dan tidak terkontrol, UNHAS, Makassar.
- Asdie, AH. (1996). Olahraga/latihan jasmani sebagai terapi dan bagian kehidupan pada DM, bagian IPD, Edisi 3, FKUI, Jakarta.
- Irwanto, (1996). Perilaku Manusia dalam Kehidupan, Arcani, Jakarta.
- Bart, S. (1994). Psikologi Kesehatan, Gramedia widiasarana indonesia, Jakarta
- Machfoedz,M,S. (2005). Pendidikan kesehatan bagian dari Promosi kesehatan masyarakat, Edisi 2, Fitramajaya, Yogyakarta.
- Gibson, J, L, at al. (1996). Organisasi, Jilid 1 edisi bahasa indonesia, Bina rupa aksara
- Setiadi, (2007). Konsep & penulisan riset keperawatan. Graha ilmu. Yogjakarta.
- Notoatmojo, s. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineke cipta, Jakarta
- Hidayat. A.A.A, (2007). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah ed 2. EGC. Jakarta
- Tuela, M,S. (2003). Kepatuhan berobat penderita TB paru, skripsi (tidak diterbitkan) FK. UNHAS, Makassar
- Nevel,N. (2002). Psikologi kesehatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.